Palitonews – Sosok Febri Hendri Antoni Arif yang tumbuh dan berkembang di Ibukota Jakarta, kini ia kembali pulang ke ranah Minang dan bercita-cita akan memajukan tanah kelahirannya. Pria kelahiran Solok ini pernah menjadi guru pribadi mantan presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Berwawasan luas, humoris dan merakyat, mungkin itulah sekelumit gambaran sosok Febri Hendri Antoni Arief yang saat ini menjabat sebagai staf khusus Kementerian Perindustrian Republik Indonesia yang kini mencalonkan diri sebagai calon legislatif DPR RI nomor urut 5 dapil 1 Sumatera Barat dengan panji kuning yakni partai Golkar.
Berbicara perihal Sumatera Barat, tentu wilayah ini sudah tidak asing lagi baginya, tempat ia dilahirkan dan menghabiskan masa kecil, tempat ia berbagi pengalaman dan menghabiskan waktu bersama teman-teman dan tentunya tempat ia merangkai cita-cita dan menyusun strategi meraih kesuksesan.
Semenjak tahun 1976 hingga saat ini, Febri Hendri Antoni Arief sama sekali tak melupakan tanah kelahirannya. Ia menghabiskan masa kecil di sebuah rumah tepatnya di Nagari Pasilihan Kecamatan Koto X Koto Diateh Kabupaten Solok. Dimana nagari ini dahulunya dipimpin oleh ayahnya sebagai wali nagari yang bernama almarhum Abdul Rifa’i dan ibunya seorang guru.
Masa kecil adalah masa yang tak terlupakan bagi sosok staf khusus Kementerian Oerindustrian RI itu, hingga saat ini masih terbayang di benaknya suasana berlarian bersama rekan sebaya di sawah dan ladang, bagaimana rasa senangnya berenang di sungai Ombilin dan bermain di hutan yang masih asri memetik buah ‘kalimuntiang’.
“Dulu saya masih ingat, bagaimana sulitnya akses masuknya mobil ke kampung kami. Jalanannya masih sempit dan jarang dimasuki mobil sehingga pada saat ada mobil yang menuju ke kampung kami, saya bersama teman-teman pasti mengejarnya dengan tawa dan cerita,” ujarnya.
Ia juga masih mengingat dengan jelas, Gubernur Sumatera Barat bernama Azwar Anas yang mendatangi kampungnya untuk peresmian jalan. Yang pada masa itu, ia sangat merasa bangga bisa bertemu secara langsung dengan tokoh yang dianggap nomor 1 di Sumatera Barat itu.
“Dahulu saya juga sama dengan anak-anak Minangkabau lainnya sekolah ketika pagi dan saat menjelang sore mengaji ke surau melalui jalanan setapak dan pematang sawah meskipun jaraknya sedikit jauh, namun itu tak menjadi masalah saya sangat menikmatinya dan tentunya juga pernah dimarahi oleh orang tua dan mendengar panggilan ibu ketika pulang malam,” tambahnya.
Masa kecil di nagari Pasilihan adalah masa yang paling menyenangkan dalam hidupnya. Lalu setelah itu, ia melanjutkan sekolah di SD N 03 Kampung Jawa Kota Solok dan melanjutkan sekolah di SMP N 1 Kota Solok, SMA N 1 Solok.
Dan setiap pulang sekolah ia membantu ibunya untuk menjaga rumah obat atau apotek yang sempat dimiliki oleh keluarganya yang lokasinya tepat berada di dekat terminal lama Solok.
Dirinya memang sudah mahir dalam pelajaran Maatematika, sehingga pada saat setempat SMA anugerah terbesar datang untuk dirinya yang ia lihat sendiri di surat kabar bahwa ia telah lolos UMPTN jurusan Matematika di Institut Teknologi Bandung yang pada masanya merupakan prestise tersendiri.
Selama 5 setengah tahun menaungi bangku pendidikan di ITB, tentu banyak hal-hal baru yang telah ia dapatkan. Bagaimana menemukan pemecahan masalah, membentuk cara pandang di bidang Matematika dan juga mengenal yang namanya pergerakan mahasiswa.
“Kita sudah mulai masuk ke ranah politik pada gerakan mahasiswa. Saya juga ikut dalam gerakan mahasiswa yakni menggulingkan kekuasaan Soeharto. Saya terbilang mahasiswa bandel yang kerjaannya demo, menyampaikan aspirasi melalui puisi namun tetap memperhatikan bidang akademis yang ada. Zaman mahasiswa bagi saya adalah zaman yang harus dinikmati sepenuhnya,” ungkapnya.
Setamatnya di bangku perkuliahan, dirinya bersama rekan-rekannya membuka warung internet di Bandung dan beberapa bulan kemudian diajak bekerja dia Bogor menjadi asisten peneliti Lembaga penelitian di Bogor yang mana ia juga mengenal beberapa guru besar di ITB dan di sana ia juga dikenalkan dengan sosok SBY.
“Di sana saya juga diberi kesempatan untuk mengajar bapak SBY mengenai Matematikadan Ekonomi dimana dahulunya bapak SBY menjabat sebagai Menkopolhukam dan mengambil studi doktoral di ITB. Dimana salah satu pembelajarannya adalah matematika dan ekonomi dan diminta secara langsung untuk mengajari beliau secara privat sekali seminggu,” tuturnya.
Selama menjadi guru privat dari sosok SBY, ada pengalaman menarik yang masih diingatnya. Model pembelajaran berupa pemetaan dimana ia merangkum ratusan lembar buku dan menjadikan ke dalam bentuk peta atau map barulah menerangkan kepada SBY.
Kemudian, beliau juga menjadi peneliti pada ahli tambang dimana ilmu statistik dan ekonomi sangat terpakai baginya. Lalu ia diajak bergabung ke Indonesia Corruption Watch (ICW) yang mana dahulunya dipimpin oleh Eten Masduki dan tokoh lainnya.
“Dahulu tahun 2004 sedang marak-maraknya survei politik. Di ICW saya menghabiskan waktu 14 setengah tahun membidangi pelayanan publik, korupsi politik dan investasi. Setelah saya di ICW banyak hal yang sudah saya pelajari . Di ICW pengentasan korupsi sangat ditekankan dan juga saya dahulunya bisa membuat 3 rilis untuk wartawan dalam sehari, melakukan investigasi kasus korupsi dan mencari data bukti kasus korupsi dan menjadi koordinator divisi investigasi,” ujarnya.
Setelah di ICW kemudian dirinya diajak oleh Agus Gumilang Kartasasmita sebagai staf khusus Kementerian Sosial RI yang ditugaskan untuk mengawasi anggaran di Kementerian Sosial RI. Kemudian setelah di Kemensos, beliau juga diajak oleh Menteri menjadi staf khusus Kementerian Perindustrian RI hingga saat ini.
“Di sini ilmu statistik saya sangat banyak terpakai, dimana saya dipilih sebagai juru bicara kementerian RI dan belajar alhamdulillah bisa,” ungkapnya lagi.
Dengan banyaknya pengalaman tersebut, ia memutuskan untuk melanjutkan perjalanan kariernya dan mencalonkan diri sebagai Caleg DPR RI. Dimana perbekalan yang selama ini telah dirasakan melalui pengalamannya yang sudah sangat banyak hal itulah yang membuatnya merasa percaya diri untuk dapat maju sebagai caleg DPR RI.
“Ketika saya di ICW, sikap anti korupsi sudah tertanam pada diri saya. Mengantisipasi korupsi, memantau pejabat, mendorong sistem anti korupsi dan membuat sistem anti korupsi yang tidak berhasil diturunkan malah semakin banyak. Setelah saya kaji ternyata akarnya adalah di politik terutama bagaimana politis mendapatkan kekuasaaan dengan mengeluarkan biaya yang besar untuk mendapatkan kekuasaan,” ujarnya.
Berbekal dengan itulah dirinya bertekad untuk mengubah hal-hal yang menurutnya menjadi musuh pemerintahan yakni korupsi dengan menjadi pemimpin yang tentunya dapat mendengar jeritan rakyat. Menurutnya saaat inilah dirinya membuat terobosan dengan tujuan menang dengan biaya yang murah atau sesuai standar.
“Saya sedang mencoba metode ini. Tidak hanya menjelang pemilu setelah pemilu pun saya tetap ingin berhubungan dengan konstituen. Saya masuk politik karena hal itu berbekal pengalaman dan mampu menjadi pribadi yang tentunya langsung menyambangi rakyat,” katanya.
Kedepannya ia berharap agar masyarakat menjadi pemilih yang cerdas. Kenali terlebih dahulu caleg yang nantinya akan dicoblos, jangan sampai membeli kucing dalam karung. Dan tentunya tidak mudah tergiur dengan iming-iming palsu para caleg yang ingin duduk di bangku pemerintahan.
“Setiap mengunjungi warga ke seluruh wilayah di Sumatera Barat saya selalu berpesan agar masyarakat dapat menjadi pemilih yang bijak, bertemu langsung ke masyarakat dan mendengarkan jeritan hati masyarakat secara langsung. Saya juga memberikan pemahaman jangan mau menerima serangan fajar,” pungkasnya. (P03)
Discussion about this post